Gambar : Manusia dan Agama |
BAB
I
PENDAHULUAN
Agama memberikan penjelasan bahwa
manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau
buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena
terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri
makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang
lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia
dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya
yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri,
minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).
Agar hawa nafsu itu terkendalikan
(dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus
dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila
nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan
mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu
karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan
hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Untuk memberikan kejelasan makna
serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya
dibatasi pada :
1.
Pengertian Agama Dan Ruang Lingkupnya
2.
Hubungan Manusia Dengan Agama
BAB
II
MANUSIA
DAN AGAMA
A. Arti Agama Dan Ruang Lingkupnya
Sesuai dengan asal muasal katanya agama berasal
dari bahasa sansekerta yakni agama,igama, dan ugama yang berarti peraturan, tata cara, upacara
hubungan manusia dengan raja. Igama artinya peraturan, tata cara, upacara hubungan dengan
dewa-dewa. Agama
artinya peraturan, tata cara, hubungan antar manusia, yang merupakan perubahan arti pergi
menjadi jalan yang juga terdapat dalam pengertian agama lainnya. Bagi orang
Eropa, religion hanyalah mengatur hubungan tetap
vertikal anatar manusia dengan Tuhan saja. Sedangkan menurut ajaran Islam, istilah din
yang tercantum dalam Al-Qur’an mengandung pengertian hubungan secara vertikal antara manusia dengan Tuhan dan hubungan secara horisontal antara manusia dengan manusia dalam
masyarakat termasuk dirinya sendiri, dan alam lingkungan hidupnya. Kita simak
ayat Al-Quran berikut.
"… Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah kuridhai Islam itu jadi agama(din)
bagimu …" (QS 5:3)
"Mereka diliputi kehinaan di
mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama)
Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia …" (QS 3:112)
Persamaan istilah agama tidak dapat
dijadikan alasan untuk menyebutkan bahwa semua agama adalah sama, karena adanya
perbedaan makna atas istilah agama tersebut, yang berbeda atas sistem, ruang
lingkupnya, dan klasifikasinya.
Karena agama merupakan kepentingan
mutlak setiap orang dan setiap orang terlibat dengan agama yang dipeluknya maka
tidaklah mudah untuk membuat suatu defenisi yang mencakup semua agama, namun
secara umum dapat didefenisikan sebagai berikut: agama adalah kepercayaan
kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan-Nya melalui
upacara, penyembahan dan permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia menurut
atau berdasarkan ajaran agama itu.
B.
Hubungan Manusia Dengan Agama
1. Manusia
Manusia menurut agama Islam, terdiri dari dua unsur, yaitu
unsur materi berupa tubuh yang berasal dari tanah dan unsur immateri berupa roh
yang berasal dari alam gaib. Al-Qur’an mengungkapkan proses penciptaan manusia:
"Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal dari) tanah [12]. Kemudian
Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim) [13]. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian
kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci-lah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik [14]. Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan
sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah [7]. Kemudian Dia
menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani) [8]. Kemudian
Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia
menjadikan bagi Kamu pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit
sekali bersyukur [9]." (QS 23:12-14, 32:7-9)
Ali Syari’ati – sejarawan dan ahli sosiologi Islam terkemuka
– mengemukakan pendapatnya mengenai intrepretasi hakikat kejadian manusia.
Manusia menpunyai dua dimensi: dimensi ketuhanan (kecendrungan manusia untuk
mendekatkan diri kepada Allah) dan dimensi kerendahan atau kehinaan (lumpur
mencerminkan keburukan-kehinaan). Karena itulah manusia dapat mencapai derajat
yang tinggi namun dapat pula terperosok dalam lembah yang hina, yang manusia
dibebaskan untuk memilihnya.
Ali
Syari’ati memberikan makna tentang filsafat manusia:
a. Manusia tidaklah sama (konsep
hukum), tetapi bersaudara (asal kejadian).
b. Manusia mempunyai persamaan antara
pria dan wanita (sumber yang sama yakni dari Tuhan).
c. Manusia mempunyai derajat yang lebih
tinggi dari malaikat karena pengetahuan yang dimilikinya.
d. Manusia memiliki fenomena dualistis:
terdiri dari tanah dan roh Tuhan, yang terdapat kebebasan pada dirinya untuk
memilih.
Atas kebebasan memilih tersebut, manusia bergerak dalam
spektrum yang mengarah ke jalan Tuhan atau sebaliknya mengarah ke jalan setan.
Manusia dengan akalnya sebagai suatu hidayah Allah kepada-Nya , memilih apakah
ia akan terbenam dalam lumpur kehinaan atau menuju ke kutub mulia ke arah
Tuhan. Dalam menentukan pilihan manusia memerlukan petunjuk yang benar yang
terdapat dalam agama Allah yaitu agama Islam, yang menyeimbangkan antara dunia
dan akherat
.
Berdasarkan hal-hal di atas dapat di simpulkan
bahwa manusia mempunyai berbagai ciri
sebagai berikut:
a. Makhluk yang paling unik, dijadikan
dalam bentuk yang sangat baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
"Sesungguhnya Kami telah
menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (QS 95:4)
b. Manusia memiliki potensi (daya atau
kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah.
"… ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’
Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.’ " (QS
7:172)
c. Manusia diciptakan Allah untuk
mengabdi kepada-Nya.
"Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (QS 51:56)
d. Manusia diciptakan Tuhan untuk
menjadi khalifahnya di bumi.
"Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat: ‘Sesunggunya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.’ … " (QS 2:30)
e. Manusia dilengkapi akal, perasaan,
dan kemauan atau kehendak.
"Dan katakanlah: ‘kebenaran itu
datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman,
dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.’ …" (QS 18:29}
f. Manusia secara individual
bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
"… Setiap orang (manusia)
terikat (bertanggung jawab) terhadap apa yang dilakukannya." (QS 52:21)
g. Manusia itu berakhlak.
2.
Agama
Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwasanya
agama berasal dari bahasa sansekerta yakni agama,igama, dan ugama yang berarti peraturan, tata cara, upacara
hubungan manusia dengan raja. Igama artinya peraturan, tata cara, upacara hubungan dengan
dewa-dewa. Agama
artinya peraturan, tata cara, hubungan antar manusia, yang merupakan perubahan arti pergi
menjadi jalan yang juga terdapat dalam pengertian agama lainnya
Hubungan Antara Manusia Dengan Agama
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada
Allah sebagai pencipta alam semesta. Allah sendiri yang mencipta dan
memerintahkan ciptaan-Nya untuk beribadah kepada-Nya, juga menurunkan panduan
agar dapat beribadah dengan benar. Panduan tersebut diturunkan Allah melalui
nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya, dari Adam AS hingga Muhammad SAW. Nabi-nabi dan
rasul-rasul tersebut hanya menerima Allah sebagai Tuhan mereka dan Islam
sebagai panduan kehidupan mereka. Beribadah diartikan secara luas meliputi seluruh
hal dalam kehidupan yang ditujukan hanya kepada Allah. Kita meyakini bahwa
hanya Islamlah panduan bagi manusia menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Islam
telah mengatur berbagai perihal dalam kehidupan manusia. Islam merupakan sistem
hidup, bukan sekedar agama yang mengatur ibadah ritual belaka.
Sayangnya, pada saat ini, kebanyakan kaum muslim tidak
memahami hal ini. Mereka memahami ajaran Islam sebagaimana para penganut agama
lain memahami ajaran agama mereka masing-masing, yakni bahwa ajaran agama hanya
berlaku di tempat-tempat ibadah dan dilaksanakan secara ritual, tanpa ada
aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut biasanya disebabkan karena
dua hal: Pertama, terjadinya gerakan pembaruan di Eropa yang fikenal sebagai Renaissance
dan Humanisme, sebagai reaksi masyarakat yang dikekang oleh kaum
gereja pada masa abad pertengahan atau Dark Ages, kaum gereja mendirikan
mahkamah inkuisisi yang digunakan untuk menghabisi para ilmuwan, cendikiawan,
serta pembaharu. Setelah itu, pada masa Renaissance, masyarakat menilai
bahwa Tuhan hanya berkuasa di gereja , sedangkan di luar itu masyarakat dan
rajalah yang berkuasa. Paham dikotomis ini kemudian dibawa ke Asia
melalui penjajahan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa; Kedua, masih adanya
ulama-ulama yang jumud, kaku dalam menerapkan syariat-syariat Islam, tidak
dapat atau tidak mau mengikuti perkembangan jaman. Padahal selama tidak
melanggar Al-Qur’an dan Hadits, ajaran-ajaran Islam adalah luwes dan dapat
selalu mengikuti perkembangan zaman. Akibat kejumudan tersebut, banyak kalangan
masyrakat yang merasa takut atau kesulitan dalam menerapkan syariat-syariat
Islam dan menilainya tidak aplikatif. Ini membuat masyarakat semakin jauh dari
syariat Islam.
Paham dikotomis melalui sekularisme tersebut antara lain
dipengaruhi terutama oleh pemikiran Auguste Comte melalui bukunya Course de
la Philosophie Positive (1842) mengemukakan bahwa sepanjang sejarah
pemikiran manusia berkembang melalui tiga tahap: (1) tahap teologik, (2) tahap
metafisik, dan (3) tahap positif; pemikiran tersebut melahirkan filsafat positivisme
yang mempengaruhi ilmu pengetahuan sosial dan humaniora, melalui
sekularisme. Namun teori tersebut tidaklah benar, sebab perkembangan
pemikiran manusia tidaklah demikian, seperti pada zaman modern ini (tahap
ketiga), manusia masih tetap percaya pada Tuhan dan metafisika, bahkan kembali
kepada spiritualisme.
Sejarah umat manusia di barat menunjukkan bahwa dengan
mengenyampingkan agama dan mengutamakan ilmu dan akal manusia semata-mata telah
membawa krisis dan malapetaka. Atas pengalamannya tersebut, kini perhatian
manusia kembali kepada agama, karena: (1) Ilmuwan yang selama ini meninggalkan
agama, kembali pada agama sebagai pegangan hidup yang sesungguhnya, dan (2)
harapan manusia pada otak manusia untuk memecahkan segala masalah di masa lalu
tidak terwujud.
Kemajuan ilmu pengetahuan telah membawa manusia pada tingkat
kesejahteraan yang lebih tinggi, namun dampak negatifnya juga cukup besar
berpengaruh pada kehidupan manusia secara keseluruhan. Sehingga untuk dapat
mengendalikan hal tersebut diperlukan agama, untuk diarahkan untuk keselamatan
dan kebahagiaan umat manusia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa agama sangat diperlukan
oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna,
yang dalam hal ini adalah Islam. Agama Islam adalah agama yang selalu mendorong
manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah (Sunnatullah)
yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang terdapat
dalam Al-Qur’an, menyeimbangkan antara dunia dan akherat. Dengan ilmu kehidupan
manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna,
dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia.
BAB III
PENUTUP
Bahwa Islam adalah agama yang membawa ajaran yang
bukan hanya bermanfaat bagi ummat Islam itu sendiri tapi juga bagi ummat lain.
Sehingga ummat Islam lebih berpeluang untuk lebih maju di bandingkan ummat
agama lain, karena ajaran yang mencakup semua aspek kehidupan.
Kemunduran ummat Islam saat ini, bukan semata karena
serangan pemikiran barat, tetapi juga karena pemikiran dan prilaku ummat Islam
itu sendiri yang acuh tidak acuh terhadap ajaran Islam itu sendiri. Seharusnya
dengan posisi Islam di antara agamaagama di dunia yang merupakan sebagai
penyempurna dan meliputi seluruh ajaran, umat Islam bisa menjadi panutan bagi
penganut agama lain.
Untuk itu perlu pemahaman yang terintegritas dalam
mendalami ajaan agama Islam, agar umat Islam dapat mencapai kejayaan seperti
yang pernah dicapai sebelumnya. Ajaran Islam bukan hanya semata ibadah ritual
kepada Allah dan mengikti sunnah RasulNya tetapi juga bagaimana tentang
menjalani hidup dan kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
-
Abuddin Nata,
MA, Prof. Dr. H. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004
-
Jumlah Muslim di
Dunia Melonjak Tajam, Republika Online 08Oktober 2009
No comments:
Write komentar