Manusia Dan Agama

 

http://www.terklik.com/
Gambar : Manusia dan Agama


BAB I
PENDAHULUAN
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).
Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1.         Pengertian Agama Dan Ruang Lingkupnya
2.         Hubungan Manusia Dengan Agama


BAB II
MANUSIA DAN AGAMA
A.     Arti Agama Dan Ruang Lingkupnya

Sesuai dengan asal muasal katanya agama berasal dari bahasa sansekerta yakni agama,igama, dan ugama yang berarti peraturan, tata cara, upacara hubungan manusia dengan raja. Igama artinya peraturan, tata cara, upacara hubungan dengan dewa-dewa. Agama artinya peraturan, tata cara, hubungan antar manusia, yang merupakan perubahan arti pergi menjadi jalan yang juga terdapat dalam pengertian agama lainnya. Bagi orang Eropa, religion hanyalah mengatur hubungan tetap vertikal anatar manusia dengan Tuhan saja. Sedangkan menurut ajaran Islam, istilah din yang tercantum dalam Al-Qur’an mengandung pengertian hubungan secara vertikal antara manusia dengan Tuhan dan hubungan secara horisontal antara manusia dengan manusia dalam masyarakat termasuk dirinya sendiri, dan alam lingkungan hidupnya. Kita simak ayat Al-Quran berikut.

"… Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam itu jadi agama(din) bagimu …" (QS 5:3)

"Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia …" (QS 3:112)

Persamaan istilah agama tidak dapat dijadikan alasan untuk menyebutkan bahwa semua agama adalah sama, karena adanya perbedaan makna atas istilah agama tersebut, yang berbeda atas sistem, ruang lingkupnya, dan klasifikasinya.

Karena agama merupakan kepentingan mutlak setiap orang dan setiap orang terlibat dengan agama yang dipeluknya maka tidaklah mudah untuk membuat suatu defenisi yang mencakup semua agama, namun secara umum dapat didefenisikan sebagai berikut: agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan-Nya melalui upacara, penyembahan dan permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasarkan ajaran agama itu.

B.     Hubungan Manusia Dengan Agama
1.      Manusia
Manusia menurut agama Islam, terdiri dari dua unsur, yaitu unsur materi berupa tubuh yang berasal dari tanah dan unsur immateri berupa roh yang berasal dari alam gaib. Al-Qur’an mengungkapkan proses penciptaan manusia:
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal dari) tanah [12]. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) [13]. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci-lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik [14]. Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah [7]. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani) [8]. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi Kamu pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur [9]." (QS 23:12-14, 32:7-9)

Ali Syari’ati – sejarawan dan ahli sosiologi Islam terkemuka – mengemukakan pendapatnya mengenai intrepretasi hakikat kejadian manusia. Manusia menpunyai dua dimensi: dimensi ketuhanan (kecendrungan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah) dan dimensi kerendahan atau kehinaan (lumpur mencerminkan keburukan-kehinaan). Karena itulah manusia dapat mencapai derajat yang tinggi namun dapat pula terperosok dalam lembah yang hina, yang manusia dibebaskan untuk memilihnya.
Ali Syari’ati memberikan makna tentang filsafat manusia:
a.       Manusia tidaklah sama (konsep hukum), tetapi bersaudara (asal kejadian).
b.      Manusia mempunyai persamaan antara pria dan wanita (sumber yang sama yakni dari Tuhan).
c.       Manusia mempunyai derajat yang lebih tinggi dari malaikat karena pengetahuan yang dimilikinya.
d.      Manusia memiliki fenomena dualistis: terdiri dari tanah dan roh Tuhan, yang terdapat kebebasan pada dirinya untuk memilih.
Atas kebebasan memilih tersebut, manusia bergerak dalam spektrum yang mengarah ke jalan Tuhan atau sebaliknya mengarah ke jalan setan. Manusia dengan akalnya sebagai suatu hidayah Allah kepada-Nya , memilih apakah ia akan terbenam dalam lumpur kehinaan atau menuju ke kutub mulia ke arah Tuhan. Dalam menentukan pilihan manusia memerlukan petunjuk yang benar yang terdapat dalam agama Allah yaitu agama Islam, yang menyeimbangkan antara dunia dan akherat
.
Berdasarkan hal-hal di atas dapat di simpulkan bahwa manusia mempunyai berbagai ciri sebagai berikut:

a.       Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang sangat baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
"Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (QS 95:4)

b.      Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah.
"… ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.’ " (QS 7:172)

c.       Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya.
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (QS 51:56)
d.      Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifahnya di bumi.
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesunggunya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ … " (QS 2:30)

e.       Manusia dilengkapi akal, perasaan, dan kemauan atau kehendak.
"Dan katakanlah: ‘kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.’ …" (QS 18:29}

f.       Manusia secara individual bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
"… Setiap orang (manusia) terikat (bertanggung jawab) terhadap apa yang dilakukannya." (QS 52:21)

g.      Manusia itu berakhlak.

2.      Agama
Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwasanya agama berasal dari bahasa sansekerta yakni agama,igama, dan ugama yang berarti peraturan, tata cara, upacara hubungan manusia dengan raja. Igama artinya peraturan, tata cara, upacara hubungan dengan dewa-dewa. Agama artinya peraturan, tata cara, hubungan antar manusia, yang merupakan perubahan arti pergi menjadi jalan yang juga terdapat dalam pengertian agama lainnya
Hubungan Antara Manusia Dengan Agama
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah sebagai pencipta alam semesta. Allah sendiri yang mencipta dan memerintahkan ciptaan-Nya untuk beribadah kepada-Nya, juga menurunkan panduan agar dapat beribadah dengan benar. Panduan tersebut diturunkan Allah melalui nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya, dari Adam AS hingga Muhammad SAW. Nabi-nabi dan rasul-rasul tersebut hanya menerima Allah sebagai Tuhan mereka dan Islam sebagai panduan kehidupan mereka. Beribadah diartikan secara luas meliputi seluruh hal dalam kehidupan yang ditujukan hanya kepada Allah. Kita meyakini bahwa hanya Islamlah panduan bagi manusia menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Islam telah mengatur berbagai perihal dalam kehidupan manusia. Islam merupakan sistem hidup, bukan sekedar agama yang mengatur ibadah ritual belaka.
Sayangnya, pada saat ini, kebanyakan kaum muslim tidak memahami hal ini. Mereka memahami ajaran Islam sebagaimana para penganut agama lain memahami ajaran agama mereka masing-masing, yakni bahwa ajaran agama hanya berlaku di tempat-tempat ibadah dan dilaksanakan secara ritual, tanpa ada aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut biasanya disebabkan karena dua hal: Pertama, terjadinya gerakan pembaruan di Eropa yang fikenal sebagai Renaissance dan Humanisme, sebagai reaksi masyarakat yang dikekang oleh kaum gereja pada masa abad pertengahan atau Dark Ages, kaum gereja mendirikan mahkamah inkuisisi yang digunakan untuk menghabisi para ilmuwan, cendikiawan, serta pembaharu. Setelah itu, pada masa Renaissance, masyarakat menilai bahwa Tuhan hanya berkuasa di gereja , sedangkan di luar itu masyarakat dan rajalah yang berkuasa. Paham dikotomis ini kemudian dibawa ke Asia melalui penjajahan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa; Kedua, masih adanya ulama-ulama yang jumud, kaku dalam menerapkan syariat-syariat Islam, tidak dapat atau tidak mau mengikuti perkembangan jaman. Padahal selama tidak melanggar Al-Qur’an dan Hadits, ajaran-ajaran Islam adalah luwes dan dapat selalu mengikuti perkembangan zaman. Akibat kejumudan tersebut, banyak kalangan masyrakat yang merasa takut atau kesulitan dalam menerapkan syariat-syariat Islam dan menilainya tidak aplikatif. Ini membuat masyarakat semakin jauh dari syariat Islam.
Paham dikotomis melalui sekularisme tersebut antara lain dipengaruhi terutama oleh pemikiran Auguste Comte melalui bukunya Course de la Philosophie Positive (1842) mengemukakan bahwa sepanjang sejarah pemikiran manusia berkembang melalui tiga tahap: (1) tahap teologik, (2) tahap metafisik, dan (3) tahap positif; pemikiran tersebut melahirkan filsafat positivisme yang mempengaruhi ilmu pengetahuan sosial dan humaniora, melalui sekularisme. Namun teori tersebut tidaklah benar, sebab perkembangan pemikiran manusia tidaklah demikian, seperti pada zaman modern ini (tahap ketiga), manusia masih tetap percaya pada Tuhan dan metafisika, bahkan kembali kepada spiritualisme.
Sejarah umat manusia di barat menunjukkan bahwa dengan mengenyampingkan agama dan mengutamakan ilmu dan akal manusia semata-mata telah membawa krisis dan malapetaka. Atas pengalamannya tersebut, kini perhatian manusia kembali kepada agama, karena: (1) Ilmuwan yang selama ini meninggalkan agama, kembali pada agama sebagai pegangan hidup yang sesungguhnya, dan (2) harapan manusia pada otak manusia untuk memecahkan segala masalah di masa lalu tidak terwujud.
Kemajuan ilmu pengetahuan telah membawa manusia pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, namun dampak negatifnya juga cukup besar berpengaruh pada kehidupan manusia secara keseluruhan. Sehingga untuk dapat mengendalikan hal tersebut diperlukan agama, untuk diarahkan untuk keselamatan dan kebahagiaan umat manusia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa agama sangat diperlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal ini adalah Islam. Agama Islam adalah agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah (Sunnatullah) yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang terdapat dalam Al-Qur’an, menyeimbangkan antara dunia dan akherat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia.

BAB III
PENUTUP

Bahwa Islam adalah agama yang membawa ajaran yang bukan hanya bermanfaat bagi ummat Islam itu sendiri tapi juga bagi ummat lain. Sehingga ummat Islam lebih berpeluang untuk lebih maju di bandingkan ummat agama lain, karena ajaran yang mencakup semua aspek kehidupan.

Kemunduran ummat Islam saat ini, bukan semata karena serangan pemikiran barat, tetapi juga karena pemikiran dan prilaku ummat Islam itu sendiri yang acuh tidak acuh terhadap ajaran Islam itu sendiri. Seharusnya dengan posisi Islam di antara agamaagama di dunia yang merupakan sebagai penyempurna dan meliputi seluruh ajaran, umat Islam bisa menjadi panutan bagi penganut agama lain.

Untuk itu perlu pemahaman yang terintegritas dalam mendalami ajaan agama Islam, agar umat Islam dapat mencapai kejayaan seperti yang pernah dicapai sebelumnya. Ajaran Islam bukan hanya semata ibadah ritual kepada Allah dan mengikti sunnah RasulNya tetapi juga bagaimana tentang menjalani hidup dan kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

-       Abuddin Nata, MA, Prof. Dr. H. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004
-       Jumlah Muslim di Dunia Melonjak Tajam, Republika Online 08Oktober 2009

No comments:
Write komentar